Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS) merupakan
sebuah sistem identifikasi yang memiliki pusat data serta yang merekam
setiap individu, warga negara Indonesia tak terkecuali bayi begitu lahir
maka segera kehadirannya terekam ke dalam INAFIS.
Proyek ini dinilai tumpang tindih dengan program e-KTP. Ketua Komisi II
DPR Agun Gunandjar Sudarsa mengutarakan, terbukti proyek ini akan
berbenturan dengan program e-KTP. Apalagi, di sana ada uang rakyat yang
harus dikeluarkan. Ini juga menjadi bukti lemahnya koordinasi dan
sinergitas antarinstansi pemerintah. “INAFIS Card ini seharusnya lebih
dulu dibicarakan dengan DPR, karena dampaknya panjang.Untuk program
e-KTP yang diberlakukan secara nasional, biaya rata-ratanya hanya
sekitar Rp16.000 yang untuk pertama kali dibebankan kepada anggaran
negara.
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR, Nasir Djamil, mengkritisi
pengadaan Indonesia Automatic Fingerprints Identification System
(Inafis) card yang digagas Polri. Menurut Nasir, kartu Inafis seharusnya
dibiayai oleh negara, bukan dibebankan kepada masyarakat.
"Kami kira itu dibiayai oleh negara tapi kenyataannya malah dibebankan ke warga. Ii untuk kepentingan Polisi juga," ungkapnya kepada wartawan di Gdung DPR, Jakarta, Rabu (25/04/2012).
Selain itu, kata Nasir, efektifitas kartu ini juga belum bisa dipastikan. Efektif atau tidak, menurut Nasir tergantung pada penggunaannya. "Kalau dikatakan efektif kan belum diuji," imbuhnya.
Nasir mengaku memahami bahwa pengadaan kartu ini bertujuan untuk mencegah kriminalitas dengan menggunakan sistem sidik jari. Namun dikhawatirkan hal tersebut akan berbenturan dengan penggunaan e-KTP.
"Tunggu saja nanti, kalau memang dibebani,ya suruh balikin uangnya ke warga yang bayar," pungkasnya.
"Kami kira itu dibiayai oleh negara tapi kenyataannya malah dibebankan ke warga. Ii untuk kepentingan Polisi juga," ungkapnya kepada wartawan di Gdung DPR, Jakarta, Rabu (25/04/2012).
Selain itu, kata Nasir, efektifitas kartu ini juga belum bisa dipastikan. Efektif atau tidak, menurut Nasir tergantung pada penggunaannya. "Kalau dikatakan efektif kan belum diuji," imbuhnya.
Nasir mengaku memahami bahwa pengadaan kartu ini bertujuan untuk mencegah kriminalitas dengan menggunakan sistem sidik jari. Namun dikhawatirkan hal tersebut akan berbenturan dengan penggunaan e-KTP.
"Tunggu saja nanti, kalau memang dibebani,ya suruh balikin uangnya ke warga yang bayar," pungkasnya.
Menurut saya seharusnya proyek digabungkan saja dengan E-KTP sebab E-KTP
dan INAFIS ini sama-sama mengidentifikasi jemari tangan juga, jadi apa
bedanya ? tidak ada alasan yang jelas untuk apa sebenarnya proyek INAFIS
ini dilakukan, tidak menutup kemungkinan masyarakan awam berpikiran
lain.
misalnya, program itu diluncurkan hanya untuk kepentingan bisnis.
Pasalnya, program ini akan tumpang tindih dengan e-KTP. E-KTP seharusnya
sudah mengakomodasi semua kebutuhan kependudukan dengan single
identification number (SIN). Jadi kalau program itu diluncurkan, hanya
orientasi bisnis semata. Kepentingan lainnya tidak sepenuhnya benar.
Kalau alasannya INAFIS dibuat untuk memuat data-data yang ada pada saat
pembuatan surat izin mengemudi (SIM) atau surat keterangan catatan
kepolisian (SKCK), seharusnya kepolisian sudah memiliki database itu.
Pasalnya, selama ini Polri sudah menyimpan data-data tersebut.
Program tersebut dinilai mengada-ada. Sebab pelanggaran lalu lintas tidak dilakukan setiap saat, dan tidak semua orang di negara ini juga melakukan tindakan kriminal, sehingga bisa dikatakan program INAFIS ini bentuk pemaksaan dari Polri untuk masyarakat. “Sebelumnya tidak ada sosialisasi ke masyarakat soal ini. Jadi apalagi namanya kalau bukan untuk kepentingan. Saya imbau polisi tak perlu mengurusi yang bukan urusannya" kata Anggota Komisi II DPR Nurul Arifin.
Program tersebut dinilai mengada-ada. Sebab pelanggaran lalu lintas tidak dilakukan setiap saat, dan tidak semua orang di negara ini juga melakukan tindakan kriminal, sehingga bisa dikatakan program INAFIS ini bentuk pemaksaan dari Polri untuk masyarakat. “Sebelumnya tidak ada sosialisasi ke masyarakat soal ini. Jadi apalagi namanya kalau bukan untuk kepentingan. Saya imbau polisi tak perlu mengurusi yang bukan urusannya" kata Anggota Komisi II DPR Nurul Arifin.
Program INAFIS yang tiba-tiba dikeluarkan Polri pada 17 April lalu
sepertinya masih menuai banyak pertanyaan. Pertanyaan tersebut juga
dilontarkan oleh IPW.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane, menuturkan dari pendataan IPW, proyek INAFIS menghabiskan dana Rp 43,2 miliar.
Namun menurut Neta, Bareskrim Mabes Polri tidak transparan dalam menentukan pemenang proyek INAFIS. "Padahal, untuk Tahun Anggaran 2012 dengan nilai Rp 1,2 miliar, pemenang proyek INAFIS sudah ditetapkan pada 2 April 2012 lalu. "Pemenangnya hanya disebutkan peserta lelang dengan kode 376044. Siapa nama perusahaannya tidak disebutkan," ujar Neta, Ahad (22/4).
Neta menilai sikap Bareskrim yang main sembunyi-sembunyi itu memunculkan pertanyaan besar. "Ada apa di balik proyek INAGIS yang muncul secara mendadak ini?" ujarnya.
Data yang diperoleh IPW menyebutkan pengadaan barang tahap kedua proyek INAFIS 2012 masih ada lagi, dengan nilai yang lebih besar, yaitu Rp 42 miliar. Menurut Neta, pengadaan dengan kode lelang 432044 tersebut menyangkut pengadaan Peralatan Penerbitan INAFIS Card dan INAFIS Client beserta bahan baku INAFIS Card. "Penetapan perusahaannya dijadwalkan 15 Mei, dan tandatangan kontrak 1 Juni 2012," tutur Neta.
Melihat berbagai keanehan di balik proyek INAFIS, IPW mendesak BPK dan KPK segera melakukan investigasi. Jika ada indikasi korupsi, KPK jangan sungkan-sungkan untuk membawa kasus proyek INAFIS tersebut ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane, menuturkan dari pendataan IPW, proyek INAFIS menghabiskan dana Rp 43,2 miliar.
Namun menurut Neta, Bareskrim Mabes Polri tidak transparan dalam menentukan pemenang proyek INAFIS. "Padahal, untuk Tahun Anggaran 2012 dengan nilai Rp 1,2 miliar, pemenang proyek INAFIS sudah ditetapkan pada 2 April 2012 lalu. "Pemenangnya hanya disebutkan peserta lelang dengan kode 376044. Siapa nama perusahaannya tidak disebutkan," ujar Neta, Ahad (22/4).
Neta menilai sikap Bareskrim yang main sembunyi-sembunyi itu memunculkan pertanyaan besar. "Ada apa di balik proyek INAGIS yang muncul secara mendadak ini?" ujarnya.
Data yang diperoleh IPW menyebutkan pengadaan barang tahap kedua proyek INAFIS 2012 masih ada lagi, dengan nilai yang lebih besar, yaitu Rp 42 miliar. Menurut Neta, pengadaan dengan kode lelang 432044 tersebut menyangkut pengadaan Peralatan Penerbitan INAFIS Card dan INAFIS Client beserta bahan baku INAFIS Card. "Penetapan perusahaannya dijadwalkan 15 Mei, dan tandatangan kontrak 1 Juni 2012," tutur Neta.
Melihat berbagai keanehan di balik proyek INAFIS, IPW mendesak BPK dan KPK segera melakukan investigasi. Jika ada indikasi korupsi, KPK jangan sungkan-sungkan untuk membawa kasus proyek INAFIS tersebut ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar