Total Tayangan Halaman

UNIVERSITAS GUNADARMA

studensite gunadarma

Senin, 18 Juni 2012

Wacana AGAMA dan PUNK

     Beberapa waktu lalu ramai diberitakan di media cetak maupun elektronik tentang tindakan polisi syariah di Kota Banda Aceh yang menangkap 65 pemuda yang hadir di sebuah konser amal punk-rock di Taman Budaya Banda Aceh.
     Polisi syariah menahan mereka dengan alasan sikap dan penampilan mereka–seperti gaya rambut mohawk dan bertindik di beberapa bagian wajah–dianggap sebagai sebuah ancaman terhadap nilai-nilai ideologi bangsa dan tak selaras dengan nilai-nilai agama.
Dengan dalih pembinaan, para punkers berambut mohawk tersebut dicukur paksa, aksesori pada tindik mereka dicopot. Mereka juga harus menjalani pelatihan ala militer, direndam di kubangan air, dijemur di bawah terik matahari.
     Persoalannya kemudian adakah yang salah dengan punk lewat musik, penampilan dan gaya hidup mereka?
Ahmad Fikri Hadi (2008) dan Ronald Byrnside (1975) menjelaskan punk sebagai sebuah aliran musik lahir di Inggris pada 1970-an.
Ini dimotori oleh grup band Sex Pistol asal Inggris yang dalam setiap kali konser selalu didatangi anak-anak muda berpenampilan eksentrik.
Lewat lagunya yang berjudul Anarchy in UK, Sex Pistol bersuara lantang mengkritik peningkatan jumlah pengangguran di pinggiran kota-kota Inggris (terutama generasi muda), serta keterpurukan ekonomi Inggris sekitar 1976-1977.
     Tidak jelas memang dari mana asal kata ”punk” itu muncul. Tapi secara garis besar kelompok punk senantiasa meluapkan kemarahan-kemarahan yang diwujudkan lewat musik dengan tema berisi lirik-lirik resistensial terhadap kemapanan dan penguasa, serta protes atas situasi sosial politik yang dianggapnya melenceng seperti korupsi, kolusi, nepotisme, perusakan lingkungan, diskriminasi dan kekerasan.
Tak hanya dalam konteks bermusik, kelompok punk biasanya menandai diri mereka lewat penampilan yang unik seperti rambut mohawk ala suku Indian, atau dipotong ala feathercut dan dicat dengan warna-warna yang terang, sepatu bot, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh. Semua menunjukkan jati diri antikemapanan.
     Mereka berpegang pada pedoman hidup do it your self. Segala sesuatu dapat dilakukan dengan mandiri tanpa campur tangan pihak lain. Hal itu terlihat dalam usaha menyebar dan merekam musiknya secara indie, konser musiknya pun terbatas dengan didanai dan diselenggarakan secara mandiri.
Dylan Clark lewat tulisannya The Death and Life of Punk, The Last Subculture (2003) memandang bahwa sebenarnya musik punk adalah aliran bunyi yang paling jujur dalam menyuarakan ketertindasan diri.
Oleh karena itu tak jarang kelompok musik punk dianggap sebagai virus yang mengganggu stabilitas suatu negara lewat kerasnya lirik lagu yang mereka bawakan, sebut saja misalnya grup Ramones, The Clash, Buzzcocks, Sex Pistol, Joy Division, The Fall dan Dead Kennedys.
Punk menjadi katalisator ideal dalam meluapkan akumulasi kepahitan hidup di saat media dan musik lainnya ”mati rasa” serta bersolek begitu glamor dengan hanya memburu pamrih semata.
Punk memberi teladan berharga, yang terkadang suara liriknya lebih pedas dan mampu didengar oleh sang otoritas (negara) dari pada suara sumbang demonstrasi ribuan rakyat.

Ibarat ibadah

      Berjuang lewat punk, ibarat ibadah dalam agama. Punk menjadi aliran musik yang paling lantang dan ”keras”. Kaum praktisi dan penggemar musik underground lainnya menganggap punk sebagai ideologi berhaluan kiri.
Punk menjadi medium kritik yang mahal dalam melawan kuatnya spirit musik pop saat itu (bahkan hingga kini) yang hanya mengandalkan kekuatan lirik romantis, asmara dan cinta-cintaan semata.
Punk tak ubahnya lagu Iwan Fals, John Lennon dan Bob Marley yang penuh kritikan. Sepaham walau tak sebadan. Punk merupakan contoh ideal dalam perjuangan lewat musik yang kini sangat jarang kita jumpai di Indonesia.
     Oleh karena itu dengan melihat ”kerasnya” punk di antara ingar-bingar musik-musik yang ”glamor” saat ini, tak heran jika punk ala Indonesia justru tereduksi sebagai kaum militan, preman, ditakuti dan dianggap meresahkan stabilitas masyarakat sehingga oleh sang penguasa (atas nama agama) keberadaannya harus dimusnahkan.
Mencekal pelaku musik punk berarti juga tidak menghendaki lahirnya punk sebagai musik. Padahal sebagai sebuah hasil olah kreatif, musik punk telah melalui sinergi yang pekat dengan zamannya hingga membentuk karakter dan kharisma yang khas.
Musik punk seharusnya mampu menjadi simbol dan contoh panutan pergerakan musik (kritik) mutakhir. Namun, tak jarang kita jumpai segerombolan pemuda yang berpenampilan atas nama ”punk” bertindak anarkistis ala preman, brutal, meresahkan.
Hal inilah yang sering menjadi tanda tanya kita akan anak punk. Dandanan (penampilan) mereka yang nyeleneh kadang mengaburkan idealisme seni dan kenyataan hidup.
Terlebih kemudian diperparah dengan keberadaan punk di Indonesia yang masih belum mampu menunjukkan taji sebagai musik kritik yang tajam, sehingga otomatis masyarakat memusatkan perhatian hanya pada aspek penampilan dengan penuh kecurigaan dan keresahan. Mereka tak pernah berjumpa dengan indahnya tema bunyi yang mereka ciptakan.
Itulah yang mendasari perlakuan polisi syariah di Aceh menangkap kelompok pemuda atas nama ”punk”. Hanya karena rambut mereka yang mohawk, anting dan baju yang kusut, seperti preman, kemudian tanpa tindakan dan prosedur hukum yang jelas harus dieksekusi secara sepihak.
Hal ini mengingatkan kita pada masa rezim Orde baru ketika para penembak misterius membunuh orang hanya karena orang tersebut bertato dan gondrong, tanpa ada proses hukum.
Atau militer di tahun 1960-an yang menciduk dan membantai sebagian orang karena disangka anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) tanpa pernah ada pembuktian dan pengadilan. Pertanyaannya kemudian, apakah kelompok punk sudah diadili dan disidangkan terlebih dahulu? Apakah kadar kesalahan mereka telah ditentukan? Pasal apa yang mereka langgar?
Wakil Walikota Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal sebagaimana dilansir kompas.com (14/12/2011) menolak keberadaan komunitas punk karena meresahkan masyarakat dan dikhawatirkan memengaruhi generasi muda di daerah itu.
Apabila logika tersebut yang dipakai, terkesan berlebihan jika hanya karena ”prasangka” masyarakat yang merasa resah dengan penampilan mereka kemudian menjadi dasar untuk menangkap, menahan, menggunduli, merendam di air kotor, menjemur dan mendidik ala tentara.
Apabila logika itu dibenarkan, kita dapat mengajukan asumsi akan keresahan kita ketika melihat kelompok mengatasnamakan Islam di sekeliling kita yang berjubah, berjenggot panjang dan bercelana cingkrang.
Lalu kita melapor kepada polisi dan menuntut agar jenggot mereka dipangkas habis, karena penampilan mereka yang demikian telah begitu meresahkan. Hal itu tentu saja tidak dapat dilakukan. Menghukum berdasarkan prasangka jelas tidak dibenarkan. Harus dibuktikan dulu kebenaran prasangka itu.
Kita tak boleh menghukumi Islam sebagai keras, meresahkan, hanya berdasar prasangka teroris-teroris itu orang Islam. Orang Asia tak dapat dilecehkan hanya karena prasangka beda ras dan kualitas orang Eropa. Orang hitam tak boleh direndahkan hanya karena prasangka warna kulitnya.
Dengan demikian, anak-anak punk tak boleh diperlakukan dengan semena-mena atas prasangka kepremanan mereka, kendati prasangka itu atas latar belakang agama.
Sejarah, perkembangan dan dedikasi positif punk seharusnya dapat digunakan sebagai acuan, pijakan dan referensi dalam melakukan pembinaan yang ideal tanpa harus dengan kekerasan, apalagi bila kekerasan itu atas nama agama.

Efektivitas Proyek INAFIS

Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS) merupakan sebuah sistem identifikasi yang memiliki pusat data serta yang merekam setiap individu, warga negara Indonesia tak terkecuali bayi begitu lahir maka segera kehadirannya terekam ke dalam INAFIS.
Proyek ini dinilai tumpang tindih dengan program e-KTP. Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa mengutarakan, terbukti proyek ini akan berbenturan dengan program e-KTP. Apalagi, di sana ada uang rakyat yang harus dikeluarkan. Ini juga menjadi bukti lemahnya koordinasi dan sinergitas antarinstansi pemerintah. “INAFIS Card ini seharusnya lebih dulu dibicarakan dengan DPR, karena dampaknya panjang.Untuk program e-KTP yang diberlakukan secara nasional, biaya rata-ratanya hanya sekitar Rp16.000 yang untuk pertama kali dibebankan kepada anggaran negara.
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR, Nasir Djamil, mengkritisi pengadaan Indonesia Automatic Fingerprints Identification System (Inafis) card yang digagas Polri. Menurut Nasir, kartu Inafis seharusnya dibiayai oleh negara, bukan dibebankan kepada masyarakat.

"Kami kira itu dibiayai oleh negara tapi kenyataannya malah dibebankan ke warga. Ii untuk kepentingan Polisi juga," ungkapnya kepada wartawan di Gdung DPR, Jakarta, Rabu (25/04/2012).

Selain itu, kata Nasir, efektifitas kartu ini juga belum bisa dipastikan. Efektif atau tidak, menurut Nasir tergantung pada penggunaannya. "Kalau dikatakan efektif kan belum diuji," imbuhnya.

Nasir mengaku memahami bahwa pengadaan kartu ini bertujuan untuk mencegah kriminalitas dengan menggunakan sistem sidik jari. Namun dikhawatirkan hal tersebut akan berbenturan dengan penggunaan e-KTP.

"Tunggu saja nanti, kalau memang dibebani,ya suruh balikin uangnya ke warga yang bayar," pungkasnya.
Menurut saya seharusnya proyek digabungkan saja dengan E-KTP sebab E-KTP dan INAFIS ini sama-sama mengidentifikasi jemari tangan juga, jadi apa bedanya ? tidak ada alasan yang jelas untuk apa sebenarnya proyek INAFIS ini dilakukan, tidak menutup kemungkinan masyarakan awam berpikiran lain.
misalnya, program itu diluncurkan hanya untuk kepentingan bisnis. Pasalnya, program ini akan tumpang tindih dengan e-KTP. E-KTP seharusnya sudah mengakomodasi semua kebutuhan kependudukan dengan single identification number (SIN). Jadi kalau program itu diluncurkan, hanya orientasi bisnis semata. Kepentingan lainnya tidak sepenuhnya benar. Kalau alasannya INAFIS dibuat untuk memuat data-data yang ada pada saat pembuatan surat izin mengemudi (SIM) atau surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), seharusnya kepolisian sudah memiliki database itu. Pasalnya, selama ini Polri sudah menyimpan data-data tersebut.

Program tersebut dinilai mengada-ada. Sebab pelanggaran lalu lintas tidak dilakukan setiap saat, dan tidak semua orang di negara ini juga melakukan tindakan kriminal, sehingga bisa dikatakan program INAFIS ini bentuk pemaksaan dari Polri untuk masyarakat. “Sebelumnya tidak ada sosialisasi ke masyarakat soal ini. Jadi apalagi namanya kalau bukan untuk kepentingan. Saya imbau polisi tak perlu mengurusi yang bukan urusannya" kata Anggota Komisi II DPR Nurul Arifin.
 
Program INAFIS yang tiba-tiba dikeluarkan Polri pada 17 April lalu sepertinya masih menuai banyak pertanyaan. Pertanyaan tersebut juga dilontarkan oleh IPW.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane, menuturkan dari pendataan IPW, proyek INAFIS menghabiskan dana Rp 43,2 miliar.

Namun menurut Neta, Bareskrim Mabes Polri tidak transparan dalam menentukan pemenang proyek INAFIS. "Padahal, untuk Tahun Anggaran 2012 dengan nilai Rp 1,2 miliar, pemenang proyek INAFIS sudah ditetapkan pada 2 April 2012 lalu. "Pemenangnya hanya disebutkan peserta lelang dengan kode 376044. Siapa nama perusahaannya tidak disebutkan," ujar Neta, Ahad (22/4).

Neta menilai sikap Bareskrim yang main sembunyi-sembunyi itu memunculkan pertanyaan besar. "Ada apa di balik proyek INAGIS yang muncul secara mendadak ini?" ujarnya.

Data yang diperoleh IPW menyebutkan pengadaan barang tahap kedua proyek INAFIS 2012 masih ada lagi, dengan nilai yang lebih besar, yaitu Rp 42 miliar. Menurut Neta, pengadaan dengan kode lelang 432044 tersebut menyangkut pengadaan Peralatan Penerbitan INAFIS Card dan INAFIS Client beserta bahan baku INAFIS Card. "Penetapan perusahaannya dijadwalkan 15 Mei, dan tandatangan kontrak 1 Juni 2012," tutur Neta.

Melihat berbagai keanehan di balik proyek INAFIS, IPW mendesak BPK dan KPK segera melakukan investigasi. Jika ada indikasi korupsi, KPK jangan sungkan-sungkan untuk membawa kasus proyek INAFIS tersebut ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
 

APAKAH SAYA SUDAH MENJADI MANUSIA YANG BERKARAKTER ?

“Sudahkah saya berkarakter??” mungkin itu pertanyaan kunci yang akan membentuk kepribadian seseorang dalam mencapai kesuksesan. Pertanyaan mudah memang, tetapi agak sulit dalam mengimplementasikannya. Sebab butuh komitmen terhadap setiap usaha yang dikerjakan dalam mencapai suatu tujuan/ cita-cita. Konsisten dan kemauan yang kuat merupakan kunci seseorang dalam membentuk karakternya. Selain itu ada komponen Harmoni dan komponen Dasar wajib dimiliki seseorang jika ingin membangun karakter yang bercirikhas. Cirikhas merupakan suatu tingkah laku maupun pola piker seseorang yang membedakannya dengan orang lain, yang mana memiliki karakteristik dalam setiap prilakunya yang dapat dinalai oleh orang lain. Oleh karena itu seseorang yang tidak memiliki cirikhas maka akan dipandang biasa-biasa saja pada lingkungan sekitarnya, sehingga dalam kehidupannya seseorang tidak dapat berkompetisi dalam segala hal. Dari sinilah saya dapat belajar bahwa seseorang yang berkarakter itu perlu memiliki motivasi yang tinggi untuk mewujudkan cita-citanya pun perlu usaha yang keras dalam mencapainya. Saya berpendapat bahwa perlu kotmitmen yang penuh dalam mencapai setiap langkah mewujudkan keinginan dan cita-cita atas keputusan yang dibuat untuk mencapai hal tersebut, khususnya saya pribadi sebagai mahasiswa terus belajar secara Hardskill maupun Softskill. Sehingga gelar Sarjana kelulusan yang direncanakan dapat terwujud dengan tepat waktu dan dengan nilai yang memuaskan. Kemudian dapat memiliki keahlian lebih yang bisa dimanfaatkan dalam menggapai pekerjaan maupun berguna bagi lingkungan sekitar tempat tinggal. Dan tidak lupa rasa bersyukur dalam memaknai hidup dan selalu berdoa kepada Allah S.W.T yang utama dalam memberikan restunya, sehingga saya sendiri dapat berkarakter secara rohaniah maupun jasmaniah.

TEKHNIK PEMERINTAH DALAM PEMBATASAN PEMAKAIAN BBM BERSUBSIDI

     Pemerintah kembali menegaskan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi akan tetap berlaku mulai 1 April 2012. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengatakan, pembatasan BBM subsidi akan dilakukan secara bertahap.
Salah satu pilihan yang akan dilakukan adalah mengkonversi BBM ke bahan bakar gas. “April, kami mulai konversi secara bertahap, tidak serta merta seluruhnya.” kata Jero Wacik, Senin (20/2/2012).
Pilihan berikutnya adalah berpindah ke bahan bakar minyak non subsidi, Namun, Jero Wacik mengatakan, pilihan ini tersebut dinilai terlalu berat bagi masyarakat. “Muncul belakangan adalah soal pengurangan subsidi per liter, bukan menaikkan harga karena itu dilarang undang-undang,” lanjutnya.
Soal kebijakan pengurangan subsidi ini, pemerintah akan mengajukan dalam APBN Perubahan. “Itu yang sedang disiapkan oleh Kementerian Keuangan, sedang proses dan kalau sudah selesai akan dibahas bersama Komisi VII DPR,” katanya..
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementrian ESDM Evita Herawati Legowo menambahkan, program pembatasan BBM subsidi akan dimulai diterapkan mulai dari instansi pemerintah terlebih dahulu. Ia mengatakan, soal aturan kendaraan instansi pemerintah menggunakan bahan bakar yang tidak disubsidi sebenarnya sudah dihimbau dalam Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 2011 tentang penghematan energi. “Di aturan tersebut masih dihimbau, tapi sekarang diwajibkan untuk instansi pemerintah.”
Mobil-mobil pemerintah yang diwajibkan menggunakan terutama adalah mobil instansi yang digunakan oleh pejabat negara, belum termasuk untuk kendaraan para anggota dewan atau para pegawai instansi pemerintah. Mobil instansi nantinya diarahkan untuk beralih ke bahan bakar gas atau menggunakan bahan bakar minyak non subsidi seperti Pertamax.
Sementara itu untuk pembatasan bagi masyarakat, masih belum diputuskan kepastiannya. Saat ini pemerintah masih menanti hasil kajian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung.
Hasil kajian berkutat seputar program diversifikasi bahan bakar ke gas, mekanisme pembatasan konsumsi BBM subsidi, atau pengurangan subsidi per liter. “Ini masih kami kaji, kalau dikurangi seberapa dan dampak-dampaknya,” jelasnya.

Pengikut